Bekerja secara remote adalah hal yang seakan - akan baru semenjak dunia ini terkena pandemi Covid 19. Padahal, secara kenyataan, beberapa startup Indonesia bahkan, sudah memberikan jatah work from home - yang bisa diartikan sebagai kerja remote - meskipun jumlahnya sangat terbatas. Ada beberapa perusahaan yang memberikan 2 hari dalam sebulan bagi karyawan dan karyawatinya untuk bekerja remote. Sedangkan di sisi dunia yang lain, perusahaan - yang paling terkenal adalah Gitlab, adalah perusahaan yang benar - benar full remote, dan pekerjanya tersebar di berbagai belahan dunia.
Meskipun terdengar sangat utopia, bekerja remote bukan berarti sepi kendala. Memisahkan situasi pribadi dan profesional memang tidak mudah, tapi bagi kami, urusan pribadi sebagai manusia tidak dapat serta merta dinafikkan oleh profesionalitas. Hal tersebut tidaklah hitam putih, atau “harus” begini dan begitu. Meminta karyawan menyingkirkan urusan pribadi adalah cara kapitalis untuk menyingkirkan kemanusiaan untuk keuntungan dan label produktivitas. Meski begitu, semua hal memang haruslah berimbang.
Dukungan untuk remote juga harus datang dari pemberi kerja, ya masak ngasih kerjaan remote kagak percaya, pegimane sih (lah jadi daerah gini) Tidak harus memberikan fleksibilitas yang luar biasa, tapi kita bisa berkaca ke Gitlab, Automattic, Toptal, Zapier, Atlassian dan lainnya. Perusahaan top ini dapat menjaga keseimbangan antara fleksibilitas dan produktivitas. Bahkan perusahaan di Indonesia sudah mulai menerapkan full WFA, seperti eFishery.
Memberikan peluang untuk manusia menjadi manusia, adalah konsep dasar mengapa bekerja remote bisa di- embrace.
Photo by BRUNO EMMANUELLE on Unsplash